Quantcast
Channel: all
Viewing all articles
Browse latest Browse all 30344

Ada Tiga Negara Sangat Beresiko atas Kenaikan Suku Bunga AS

$
0
0

KONFRONTASI -   Bank Sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed), telah menaikkan suku bunga untuk pertama kalinya dalam hampir satu dekade. Bagi beberapa negara, keputusan ini akan menyakitkan.

Kenaikan suku bunga The Fed akan berdampak pada ekonomi global, tapi banyak negara berkembang memiliki alasan khawatir berlebih yang masuk akal. Pasalnya pemerintah dan perusahaan di negara berkembang meminjam banyak uang dalam bentuk dolar AS selama dekade terakhir karena harganya yang sangat rendah.

Investor senang  menempatkan uang mereka ke negara-negara seperti Turki, Malaysia dan Amerika Latin dengan harapan mendapatkan aliran keuntungan.

Sekitar 1 triliun dolar AS ditarik dari pasar negara berkembang antara Juli 2014 hingga Agustus 2015. Mereka pun merasakan ketegangan dolar AS yang lebih kuat, harga komoditas rendah, dan perlambatan ekonomi Cina.

Berikut adalah tiga negara yang paling berisiko akibat kenaikan suku bunga The Fed:

1. Brasil

Negara ini berada dalam krisis ekonomi mendalam. Ekonominya menciut sebesar 1,7 persen pada kuartal ketiga, mata uangnya (rial) telah kehilangan 31 persen terhadap nilai tukar dolar AS tahun ini, dan inflasi berada pada tingkat tinggi selama 12 tahun terakhir.

Fanthom Consulting mengatakan Brasil adalah negara paling rentan dari semua pasar negara berkembang. Brasil memiliki utang dalam mata uang dolar AS terbesar kedua di dunia setelah Cina. Brasil meminjam miliaran dolar AS selama satu dekade terakhir dan mungkin tidak akan mampu membayar utang-utang jika nilai tukar dolar AS sangat menguat terhadap rial.

 

Ketergantungan Terhadap Dolar AS Tinggi

2. Turki

Turki adalah salah satu negara yang paling diuntungkan ketika The Fed memotong suku bunga mendekati nol. Ini terlihat dari besarnya investor asing yang masuk dan ekonominya tumbuh 9 persen pada 2010 dan 2011. Tapi kondisi tersebut berubah  cepat. Tahun ini, ekonomi Turki diperkirakan hanya tumbuh tiga  persen.

Turki akan menderita jika dolar AS terus menguat lebih lanjut karena impor lebih banyak daripada ekspor. Kenaikan suku bunga di AS bisa membuat impor Turki menjadi lebih mahal.

Standard & Poor's telah mengingatkan bahwa sektor perbankan negara tersebut terlalu bergantung pada pinjaman luar negeri jangka pendek. Utang luar negeri jangka pendek Turki hampir 125 miliar dolar AS.

3. Afrika Selatan

Berdasarkan data Capital Economics, Afrika Selatan memiliki salah satu persyaratan pendanaan eksternal tertinggi di dunia. Itu berarti cadangan mata uangnya jauh lebih kecil dari jumlah yang dibutuhkan untuk layanan utang luar negeri dan membayar impor.

Dolar AS yang lebih kuat akan membuat masalah ini menjadi lebih buruk. Afrika Selatan juga terpukul karena ekonominya sangat tergantung pada pertambangan yang telah hancur oleh harga komoditas rendah.

Negara berkembang lain seperti Rusia, Venezuela, dan Nigeria juga sangat bergantung pada ekspor komoditas untuk mendorong pendapatan negara. Pasalnya komoditas diperdagangkan dalam bentuk dolar AS sehingga harga mereka bisa anjlok.

Cina juga cenderung akan merasakan dampaknya, terutama karena pemerintah setempat mulai membiarkan yuan untuk perdagangan lebih bebas. Namun tidak seperti kebanyakan pasar negara berkembang lain, Cina memiliki ekspor dan cadangan devisa besar sehingga memberikan perlindungan terhadap adanya kemungkinan guncangan.(Juft/rol)

Category: 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 30344

Trending Articles