
JAKARTA-Pengamat militer yang juga mantan Dubes Indonesia di Ceko, dalam sebuah diskusi di bilangan Menteng Jakarta, mengatakan bahwa Jokowi bukan Suharto yang didukung militer penuh, maka untuk memperkuat pemerintahannya Jokowi melakukan bargaining dengan loby-loby termasuk menerima Golkar dan PAN dan mengakomodasinya dalam kabinet. Ini juga dalam rangka melakukan antagonis dengan kompetiternya sehingga kewsetabilan politik dalam pemerintahannya lebih terjamin.
Lebih jauh Salim menegaskan dalam politik tak ada makan siang yang gratis, dan dalam politik tak mungkin tanpa loby, loby diperlukan untuk bargaining dengan lawan politik dalam rangka mengamankan kekuasaannya, dicontohkan disini didalam Pemerintahan Jokowi saat ini, yang notabene dicalonkan oleh Meagwati dalam hal ini Partai PDI Perjuangan akan tetapi kenapa masih ada anggota partai PDI P yang kritis terhadap Jokowi, ini mengindikasikan ada ketidak harmonisan antara Jokowi dan partai pendukungnya. Maka untuk bargaining Jokowi mengakomodasi Golkar dan juga PAN.
Terkait Budi Gunawan yang dulu pernah diajukan Megawati dalam hal ini PDI Perjuangan dan telah lolos Fit and Proper Test, ternyata dia tak dilantik Presiden Jokowi malahan yang menjadi Kapolri Badrodin Haiti, barangkali ini faktor penyebab yang mmenjadi friksi anatara PDI P dan Jokowi. Karena dukungan Golkar dan Partai-partai lain sudah kuat maka Jokowi sangat percaya diri saat Melantik Tito Karnavian menjadi Kapolri mengantikan Badrodin Haiti, tapi kembali lagi soal bargaining tadi, maka Jokowi menunjuk Budi Gunawan untuk menjabat Ketua BIN, walaupun banyak analis meragukan kemampuan BG ini.
Selanjutnya Salim menegaskan terkait urusan Ketua BIN tak jauh beda dengan penunjukan Duta Besar, semua tergantung Presiden, kalaupun ada masukan dari DPR pun itu sebatas pertimbangan, ini bisa disetujui oleh Presiden bisa juga tidak, dalam kasus pengangkatan Dubes RI untuk Australia mengabaikan pertimbangan DPR, Dubes langsung diangkat saja oleh Mega. Ini berbeda dengan yang dilakukan SBY, ada calon Dubes yang batal diangkat lantaran tak mendapat rekomendasi dari DPR, dan inipun dilakukan Gus Dur, saat hendak menunjuk Rahmat Toleng.
(WS/Kf)