
KONFRONTASI-Pengamat hukum pidana Universitas Islam Indonesia, Muzakir mengatakan, perbedaan kasus pembunuhan Munir Said Thalib dan Wayan Mirna Salihin terletak pada proses autopsi jenazahnya.
Dimana, dalam kasus kematian Munir terjadi proses autopsi jenazah yang lengkap sehingga dapat dipastikan penyebab kematian lantaran diracun arsenik. Sementara, dalam kasus kematian Mirna yang diduga diracun sianida tidak dilakukan proses autopsi yang komplit atau sempurna.
Ini masalah kausalitas. Dan itu menjadi kata kunci karena kasus munir itu proses autosinya jelas sehingga memberi keterangannya juga jelas dan setiap ahli hukum dapat memastikan itu. Kalau ketian Mirna tidak di autopsi," kata Muzakir seperti dirilis Okezone, Rabu (7/9/2016).
Muzakir membela pandapat ahli patologi forensik senior dari Fakultas Kedokteran Universitas Quensland, Brisbane, Australia, Beng Beng Ong dalam persidangan. Menurut dia, pernyataan Beng Beng dapat dibenarkan lantaran jenazah Mirna tidak di autopsi dengan lengkap.
"Saya pikir sudah benar keterangan itu. Karena proses autopsinya tidak lengkap. Kalau menggunakan sempel itu akan menjadi masalah dan menentukan siapa pelakunya menjadi sulit," terang Muzakir.
Ia menyayangkan pihak Imigrasi yang menahan Beng Beng usai memberikan kesaksiannya. Pasalnya, kehadiran Beng Beng ke Indonesia dapat memberikan keterangan yang membantu penegak hukum dalam menentukan penyebab kematian anak dari Dharmawan Salihin.
"Dia (Beng Beng) kemari untuk membantu mencari kebenaran materill tentang penyebab kematian Mirna. Kalau ahli di Indonesia itu kebanyakan marah-marahnya di persidangan. Itu tidak boleh, apalagi saksi ahli dapat yakin bahwa pelakunya (Jessica Kumala Wongso)," pungkas Muzakir.(ws/okz)