Oleh: Suryo RI
Alumnus IAIN SuKijo
Sama2 sbg ekspresi suatu kesadaran, gondrong boleh, celana sobek boleh, tp cadar tak boleh (Kampusku IAIN Sukijo)
Kampus adlh tempat paling bebas dan aman bagi ekspresi sgala kesadaran dan pengetahuan, kekerasan dn pemaksaan tk dikenal di kampus, itulah knp polisi tak boleh masuk kampus menangkap mahasiswa, kampus mengelola sgala perbedaan dgn nalar akademik
Aku termasuk cukup dekat dengan rektor IAIN sukijo, beberapa kali aku ke rumah dan pondok beliau berdiskusi hingga tengah malam buta
Beliau memiliki pikiran maju dan moderat, ahli filsafat dan maqosid syariah, nmn entah apa yg membuat beliau gagap berhadapan dgn narasi filsafat ttg tubuh dan simbol
Al Azhar di Mesir mjd kampus terkenal tempat bersemainya narasi keilmuan islam krn ia mempertahankan tradisi lingkungan akademik, anda bisa gugat Tuhan di kampus
Azhari sbg sebutan alumni al azhar begitu beragam, ada yg salafi, ada yg ihwan, ada yg sufi, semua bunga2 pikiran islam hidup harmoni bermekaran menambah kekayaaan khazanah keilmuan Islam
Al Azhar sbg kampus memberikan arena yang adil bagi kontestasi segala ide, demikianlah maka Azhariyun mjd cendikia yg bgitu kaya dgn khazanah keilmuan dn sedari awal terdidik utk toleran dgn sgala perbedaan
Tak ada larangan anda bermazhab apapun di Al Azhar, krn memang kampus menjadi ruang bebas bagi dialektika dan kontestasi sgala ide dan gagasan dgn sgala pendekatannya
Kampus justru hrs mengambil untung dari rational publik discourse dan dialektika keilmuan mahasiswa dengan mazhab dan pendekatan yg beragam
Sementara itu, di kampus putih tercinta IAIN Sunan kalijaga, sang rektor sibuk memberi nalar kedunguan pada narasi tentang filsafat tubuh dan sistem tanda penanda
Padahal di era 2000an dialektika wacana anak2 IAIN sdh sampai pd kritik nalar wacana al qur’an, sbg dialektika akademik itu bebas di kampus
Kampus lah tempat paling aman bagi akal, diri, jiwa, harta dan keturunan untuk mengekspresikan sgala kesadaran diri, ekstrimisme pengetahuan dgn sendiri nya terpangkas oleh metode ilmiah dan diskursif keilmuan
Cukup shock mendengar orang cerdas yg ku kenal selama ini ikut cawe cawe dalam urusan kulit dan permukaanisme, ia lupakan isi dn termakan narasi proyek islamo phobia
Demokrasi memberi hak hidup pada segala identitas, namun lucu, atas nama demokrasi sub kultur vandalisme ditolelir dan simbol kesadaran beragama disingkir
Pak Rektor, hela lah nafas, maknai langit pahami bumi, apakah rational yg jilbab sexi pamer dada dibiarkan dan yg cadar dikeluarkan dr kampus? ini kampus Islam prof
Apakah sekelas Profesor tak mampu menyeleaaikan masalah dgn beradu argumentasi secara akademik utk sama2 saling memahami dgn mrk yg bercadar hingga hrs mengambil jalan otoriter melarang mahasiswi bercadar
Prof Yudian Wahyudi Asmin titip kampusku tetap mjd ladang persemaian ilmu paling indah bg dialektika ragam perbedaan, dr perbedaan itulah dulu kami belajar ttg perbedaan dn toleransi
Aku telah lama berdamai memahami keyakinan salafi, syiah, kristiani, yahudi, bahkan atheis sekalipun, aku bisa hidup rukun berdampingan dgn siapapun, lalu knp kampusku jeblok sibuk mengusik perbedaan, alergi dgn cadar.
Jika dgn Jin Setan dn mrk yg telanjang sj kita bisa saling memahami tuk saling berbagi peran, lana a’maluna walakum a’malukum, lalu knp kita tk bisa berdampingan hidup memahami keyakinan mrk yg bercadar?
Prof jalanlah ke kota Dubai, di Mall2 kita bisa lihat betapa harmoninya hidup manusia, mrk mayoritas bercadar tp tak risih hidup guyub dgn mrk yg paha terbuka dn lengan telanjang, lalu knp di kampus Islam anda risih dgn cadar, dmn islam nusantara yg toleran dn moderat itu?
Prof, sbgmn dikau memahami tahlil yasinan dan ngaji di kubur sbg keyakinan yg kau gigit erat meski sprt bara api, mk demikianlah keyakinan mrk akan cadar, nalar akademik apa yg membuat anda memaksa orang menanggalkan keyakinannya.
Prof, kita berteman, namun maafkan daku mengambil jalan menentangmu, bersiaplah menghadapi PTUN jika dikau bersih keras mengeluarkan mahasiswi bercadar, IAIN kampus negeri milik negara, pendidikan adlh hak dasar warga negara.
Prof, anda salah memahami keyakinan, keyakinan itu apapun basisnya, baik agama ataupun ideologi, pengkebirian atasnya justru mjd pupuk yg menyuburkan tumbuh kembangnya.[***]