
Konfrontasi - Pemerintah sedang membangun jaringan data untuk pencegahan terorisme, antipendanaan teroris, dan program deradikalisasi. Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Agus Santoso mengatakan jaringan data itu untuk memudahkan antarlembaga penegak hukum berbagi informasi lewat suatu aplikasi di telepon seluler.
"Mudah-mudahan awal November sudah bisa implementasi dan jadi model e-coordination," kata Agus saat dihubungi, Kamis (17/9/2015). Menurut dia, koordinasi ini dibangun PPATK bersama empat institusi lain, yakni Polri, Badan Nasional Penanggulangan Teroris, kepala pengadilan negeri, dan Kementerian Luar Negeri.
Nantinya, kata dia, kelima institusi itu bisa melakukan persetujuan memblokir rekening terkait jaringan teroris hanya lewat telepon seluler tanpa tatap muka. Sehingga, Pengadilan tinggal menetapkan. "Untuk mempercepat proses freezing without delay," ujar Agus.
Setelah ditetapkan pengadilan, data tersebut balik lagi ke kepolisian yang lalu disebar ke PPATK. Kemudian PPATK meneruskan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI). Kedua lembaga itu lalu menyurati bank-bank supaya memblokir rekening yang telah ditetapkan tadi.
Aplikasi E-Coordination pun sudah jadi. Menurut dia, penggunaannya tinggal menunggu pengecekan keamanan sistem dari Lembaga Sandi Negara serta Menteri Komunikasi dan Informatika.
Tak sembarang pejabat bisa mempunyai aplikasi itu. Agus mengatakan hanya lima pimpinan lembaga tadi yang bisa menggunakan aplikasi e-coordination. Data aset yang dibekukan terkait jaringan Al-Qaeda dan Taliban sebagaimana tercantum dalam daftar Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 1267 (UNSC 1267 List). (tmp/mg)